Senin, 09 Maret 2015

LIMA TAHUN KELAS JURNALISTIK SMP SANJAYA BANJARBARU

Melangkah Bersama di Usia Kelima

Oleh : Dionisius Agus Puguh Santosa, SE


Sebagian orang mungkin berpendapat bahwa dunia jurnalistik (atau kegiatan jurnalisme) pada umumnya adalah suatu hal yang abstrak atau sulit untuk dipahami. Sebuah pepatah dalam bahasa Latin berujar, initium semper dificile est (segala sesuatu pada awalnya sulit). Memang tak dapat dipungkiri, melibatkan anak-anak dalam dunia jurnalistik (yang notabene masih belia) tidaklah mudah.

Saat kita pergi ke toko buku, mungkin kita pernah melihat ada begitu banyak judul buku yang terkait dengan dunia jurnalistik. Beberapa buku tampak begitu tebal, dan ketika kita mencoba membacanya, barangkali kita akan menemukan banyak istilah dan penjelasan seputar dunia jusnalistik yang sulit untuk dimengerti bahkan terdengar begitu asing di telinga. Sedangkan beberapa buku lainnya mempunyai penampilan tipis dengan isi yang sangat ringan, yang lagi-lagi menimbulkan pertanyaan, “Apakah dengan mempelajari buku tersebut, pemahaman kita tentang dunia jurnalistik akan terpenuhi?” Bisa jadi kita bertanya demikian karena kita menilai bahwa isi buku itu kurang memadai atau kurang sesuai dengan harapan kita.

Kisah di atas adalah pengalaman pribadi saya beberapa tahun silam. Awalnya saya diminta oleh Ibu Endah Wulandari, M.Pd (Kepala Sekolah SMP Sanjaya Banjarbaru pada waktu itu) untuk mengajar dan membimbing kegiatan jurnalistik di SMP Sanjaya Banjarbaru. Sebagai calon guru pembimbing jurnalistik di sekolah menengah pertama, saya merasakan betapa tidak mudahnya menemukan buku panduan yang cocok untuk anak-anak usia belasan tahun.

Beberapa buku pada sampul depannya memang berlabel “untuk anak-anak”, akan tetapi setelah saya baca lebih lanjut, apa yang dipaparkan tidak serta merta mudah disampaikan kembali kepada anak-anak yang saya dampingi. Ternyata perlu banyak penyesuaian di sana-sini, perlu banyak improvisasi di setiap kesempatan, juga banyak permenungan yang menyadarkan saya dari hari ke hari, demi menjawab sebuah pertanyaan: “Apakah ilmu jurnalistik yang saya ajarkan menjadi sesuatu yang menyenangkan atau membosankan bagi anak-anak? Atau justru menjadi ilmu yang abstrak dan sulit dipahami oleh dunia anak-anak yang mempunyai kompleksitas unik dan kekhasan warna di dalamnya?” Pertanyaan yang senada dengan pernyataan di awal tulisan ini.

Kelas jurnalistik yang kemudian saya beri nama “Sanjaya Journalist Class” memang cukup akrab di telinga siswa-siswi SMP Sanjaya Banjarbaru lima tahun terakhir ini. Kelas ini memulai aktivitas perdananya pada tanggal 1 Agustus 2009 dengan melibatkan 16 orang siswa. Ketika itu kelas ini dibuka untuk siswa kelas VII dan VIII yang berminat dalam bidang jurnalistik (kewartawanan/menulis berita). Dalam kegiatannya, anak-anak yang berminat dalam dunia jurnalistik belajar bersama untuk menjadi seorang calon jurnalis; dengan harapan di masa mendatang mereka ini akan menjadi penulis-penulis produktif pada jamannya (dapat menghasilkan karya secara terus-menerus).

Kegiatan kelas jurnalistik yang saya dampingi bukan hanya sebatas menulis saja, mereka juga belajar teknik fotografi sederhana (minimal bisa memotret dengan baik), lalu juga belajar melakukan wawancara dengan tokoh atau narasumber berita. Memang, selama lima tahun terakhir belum banyak prestasi yang bisa dicapai. Karya rutin mereka barulah sebatas menghasilkan “mading” (majalah dinding) sekolah yang hingga kini telah terbit dalam beberapa edisi.

Saya merasa seperti bermimpi ketika menyaksikan anak-anak itu dapat menulis dengan baik, seolah-olah mereka bukan lagi anak-anak SMP, melainkan lebih mirip dengan anak-anak SMA, yang tulisannya terasa luas berkisah dan detil dalam pemaparan alurnya. “Luar biasa!” seru saya membatin.

Sebagai seorang penulis, saya sendiri mempunyai pengalaman yang cukup banyak dan beraneka warna. Untuk membuat selembar tulisan saja, saya dapat menghabiskan waktu seharian penuh, bahkan ada tulisan yang baru terselesaikan setelah menghabiskan waktu selama beberapa hari bahkan beberapa bulan untuk sebuah buku.

Semoga perasaan haru dan sukacita yang hadir dalam kelas pengembangan diri “Sanjaya Journalist Class” dapat terus berlangsung dan saya alami bersama dengan anak didik saya di tahun-tahun mendatang. Sebuah kelas yang bisa dikatakan kecil namun di dalamnya tersimpan sejuta harapan, harapan tentang lahirnya penulis-penulis handal Indonesia di masa depan.

Penulis adalah Guru Pembimbing “Sanjaya Journalist Class”
SMP Sanjaya Banjarbaru – Kalimantan Selatan

Tidak ada komentar: