Senin, 09 Maret 2015

LIVE IN PASTOR DAN BRUDER TOPTEN MSF DI PAROKI BUNDA MARIA BANJARBARU

Berkobar Bersama 
Semangat Pater Berthier


Janganlah kamu sekalian lupa bahwa penghargaan serta cinta kasih satu sama lain lebih penting daripada segala aturan Konstitusi, dan tiap-tiap aturan maupun setiap kaul  bermaksud mengobarkan dalam hati para anggota, cinta kasih kepada Allah dan kepada sesama manusia. Oleh karena itu, patutlah kamu sedapat-dapatnya dahulu mendahului saling memberi hormat, tetap sehati sejiwa, bekerjasama saling membantu, saling menghibur dalam kesusahan, dan membesarkan hati satu sama lain, serta saling mendorong.” (Konstitusi 1895, no.15. Pembukaan Konstitusi 1895)

Ungkapan Pater Berthier, MS (Pendiri Kongregasi MSF) di atas sungguh-sungguh terejawantahkan selama 4 hari berturut-turut (30 Oktober – 2 November 2014), dimana Laskar Muda Berthier yang tergabung dalam barisan TOPTEN MSF mengadakan live in di Paroki Bunda Maria Banjarbaru. Hadir dalam kegiatan rutin ini sebanyak 8 orang imam, 2 orang bruder dan 4 orang frater TOP-er yang dikoordinir oleh Pastor Yohanes Kopong Tuan, MSF.

Animasi dan Promosi Panggilan


Pada hari Sabtu, sejak pukul 09.00 WITA, para pastor dan bruder MSF yang mempunyai usia tahbisan di bawah 10 tahun (TOPTEN) hadir di lingkungan SD dan SMP Sanjaya Banjarbaru. Kehadiran para biarawan dengan penampilan khas mengenakan jubah menjadi ciri khas tersendiri yang mampu menarik perhatian pada siswa SD maupun SMP yang mengikuti animasi dan promosi panggilan.

Dalam kelas-kelas yang telah ditentukan, masing-masing kelompok siswa didampingi oleh 2 hingga 3 orang biarawan MSF yang menyampaikan materi “The Seven Habits” yang diselingi dengan sharing seputar panggilan menjadi pastor, frater, bruder maupun suster. Kegiatan berlangsung riang gembira karena materi yang disampaikan juga dibumbui dengan sesi menyanyi bersama. Bahkan saat para siswa dan biarawan MSF menggelar acara di lapangan, suasana makin disemarakkan oleh aneka permainan, tarian, yel-yel dalam balutan kompetisi antar kelompok yang seru.


Dalam kelompoknya masing-masing, para siswa mendapatkan penjelasan perihal sejarah berdirinya Kongregasi MSF hingga berbagai macam negara dan benua yang menjadi medan karya pewartaan Injil oleh para misionaris MSF di masa kini. Kesan akrab penuh rasa kekeluargaan pun berhasil diciptakan dalam waktu sekejab. Terbukti, antusiasme semua yang terlibat dari satu sesi ke sesi berikutnya tak dapat dibendung, seolah tak kenal lelah meskipun matahari semakin meninggi di angkasa. Sungguh, semangat Pater Berthier yang dikenal sebagai “Misionaris Tanpa Kenal Lelah” benar-benar terwujud nyata dan dialami oleh semua.


Dalam sebuah perbincangan, Pastor Fransiskus Iwan Yamrewav, MSF bertutur bahwa kegiatan TOPTEN seperti ini menjadi agenda rutin yang selalu diselenggarakan lebih dari sekali setiap tahunnya. Menurut Pastor Iwan, gerakan TOPTEN adalah sebuah bentuk kerasulan integratif yang dilakukan oleh para pastor dan bruder MSF Provinsi Kalimantan dengan usia tahbisan atau kaul kekal sepuluh tahun ke bawah.


Usai santap siang bersama, Pastor Kopong, MSF mewakili seluruh biarawan yang hadir mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada keluarga besar Sanjaya atas pengalaman bersama yang terasa berkesan.

Malam harinya digelar acara MSF Talk Show dengan tema: “Pandangan Gereja terhadap Perilaku Penyimpangan Seksualitas,” dengan pembicara Pastor Iwan Yamrewav, MSF. Acara ini dihadiri oleh OMK dari 5 paroki kota (Katedral, Kelayan, Veteran, Banjarbaru dan Pelaihari).


Tinggal Bersama Umat dan Ziarah ke Makam

Para pastor, bruder maupun frater MSF selama 4 hari berturut-turut tinggal di rumah-rumah umat secara tersebar di beberapa wilayah maupun stasi dalam lingkup Paroki Bunda Maria Banjarbaru. Kegiatan yang diadakan pun beraneka ragam, diantaranya: katekese, ibadat lingkungan dan lain sebagainya; yang kesemuanya itu bertujuan untuk semakin mengenalkan sekaligus memperdalam iman Kekatolikan umat yang dikunjungi.

Pada hari Minggu, 2 November 2014, digelar Perayaan Ekaristi secara serentak baik di Paroki Bunda Maria Banjarbaru maupun di Stasi St. Yohanes Pemandi Landasan Ulin pada pukul 08.00 WITA yang dipersembahkan oleh para pastor TOPTEN. Siang harinya menjelang pukul 11.00 WITA rombongan biarawan TOPTEN melakukan ziarah ke makam Katolik di km.24 dan berkunjung ke Taman Makam Katolik St. Yoseph untuk menabur bunga di pusara Mgr. Joannes Groen, Vikaris Apostolik Banjarmasin yang pertama.

[reported & foto by: Dionisius Agus Puguh Santosa]

PROFIL SISWA BERPRESTASI


ALODIA DIASMARA PRAMESWARI

Terus Berprestasi di Usia Belia


Bagi gadis-gadis seusianya, menjelajahi enam negara di Eropa di usia belasan tahun mungkin ibarat mimpi di siang bolong. Namun pengalaman ini telah dialami oleh Alodia Diasmara Prameswari yang akrab dipanggil “Dias”. Meskipun negara Belanda, Italia, Swiss dan Perancis sudah disambanginya; ternyata Dias tetap terobsesi untuk bisa menginjakkan kaki di Spanyol. Pengalaman istimewa lainnya adalah berlibur bersama keluarga tercinta ke Malaysia, Singapura, Hongkong dan Thailand.

Putri pasangan Aloysius Suparno dan Lucia Prihatini Wirasati ini dilahirkan di Banjarmasin pada tanggal 10 Mei 2000. Ramah, rendah hati dan murah senyum; demikianlah Dias dikenal oleh dalam kesehariannya. Meskipun usianya baru 14 tahun, tetapi sederetan prestasi telah mampu ditorehkannya.

Saat ini Dias tercatat sebagai siswi kelas IX SMP Sanjaya Banjarbaru. Semenjak duduk di bangku SD, ia telah akrab dengan alat musik piano. Berkat kegigihan dan kerja kerasnya, Dias berhasil mengkoleksi sederet piala yang kini tampak menghiasi salah satu lemari pajangan di kediamannya. Untuk mengasah kemampuannya dalam bermain piano, Dias mengikuti les di sekolah musik Ardeval Swara Music Banjarbaru sejak kecil.

Secara rutin sekolah musik yang namanya cukup terkenal di Banjarbaru ini menggelar even tahunan bertajuk “Recital Piano Classic”. Di ajang bergengsi inilah Dias selalu berhasil menyabet piala, namun hal itu tidak menjadikannya tinggi hati.

Pada tahun 2009, juara ke-2 Performance dalam ajang Recital Piano Classic disematkan kepadanya. Setahun kemudian juara ke-3 Performance kembali dipercayakan kepadanya. Di tahun 2013, tiga buah piala dari ajang kompetisi yang sama berhasil diborongnya, yaitu: juara pertama Kostum Wanita, juara harapan pertama Performance Tingkat Senior, dan juara ke-3 Favorite. Sedangkan pada tahun 2014 ini Dias tercatat sebagai peserta Piano Concert Ardeval Swara Music di Q-Mall Banjarbaru dan juara pertama Favorite even Piano Concert Ardeval Swara Music di Lapangan Murdjani Banjarbaru.

Selain berhasil meraih berbagai piala dalam acara konser piano ini, Dias juga pernah terlibat dalam ajang Young Musician di tahun 2011. Bahkan saat masih duduk di bangku SD, ia pernah menjadi juara ke-2 Lomba Cerita Bergambar dalam ajang FLS2N. “Senang dan bangga!” ucapnya sembari tersenyum.

Di sekolahnya, Dias dipercaya menjadi salah satu mayoret Marching Band SMP Sanjaya Banjarbaru. Ia telah unjuk kebolehan beberapa kali di Lapangan Murdjani Banjarbaru dalam beberapa even bergengsi. Pada bulan Mei 2014 yang lalu, Dias dipercaya sebagai Gitapati yang bertugas memimpin sekitar 45 personil marching band sekolahnya dalam Kejuaraan Drum Band dan Marching Band “Gubernur Cup 2” di Banjarmasin.

Gadis bertinggi badan 157 cm dan memiliki berat badan 56 kg berfilosofi bahwa persabatan antar sesama teman harus dijalin dengan sebaik mungkin. Baginya, figur teman seperti saudara kandung, “Janganlah kita saling merendahkan satu sama lain,” ucapnya bijak.

Dias yang mempunyai hobi menggambar, basket, main alat musik drum, dan menyanyi ini bercita-cita menjadi seorang animator handal di perusahaan film Disney di masa mendatang. Bersama grup vokal “Gracia Voice”, Dias telah menelurkan satu album rekaman sekaligus tampil live performance dalam beberapa acara penting.

[Dionisius Agus Puguh Santosa; 23/11/2014; 08:53 am]

LIMA TAHUN KELAS JURNALISTIK SMP SANJAYA BANJARBARU

Melangkah Bersama di Usia Kelima

Oleh : Dionisius Agus Puguh Santosa, SE


Sebagian orang mungkin berpendapat bahwa dunia jurnalistik (atau kegiatan jurnalisme) pada umumnya adalah suatu hal yang abstrak atau sulit untuk dipahami. Sebuah pepatah dalam bahasa Latin berujar, initium semper dificile est (segala sesuatu pada awalnya sulit). Memang tak dapat dipungkiri, melibatkan anak-anak dalam dunia jurnalistik (yang notabene masih belia) tidaklah mudah.

Saat kita pergi ke toko buku, mungkin kita pernah melihat ada begitu banyak judul buku yang terkait dengan dunia jurnalistik. Beberapa buku tampak begitu tebal, dan ketika kita mencoba membacanya, barangkali kita akan menemukan banyak istilah dan penjelasan seputar dunia jusnalistik yang sulit untuk dimengerti bahkan terdengar begitu asing di telinga. Sedangkan beberapa buku lainnya mempunyai penampilan tipis dengan isi yang sangat ringan, yang lagi-lagi menimbulkan pertanyaan, “Apakah dengan mempelajari buku tersebut, pemahaman kita tentang dunia jurnalistik akan terpenuhi?” Bisa jadi kita bertanya demikian karena kita menilai bahwa isi buku itu kurang memadai atau kurang sesuai dengan harapan kita.

Kisah di atas adalah pengalaman pribadi saya beberapa tahun silam. Awalnya saya diminta oleh Ibu Endah Wulandari, M.Pd (Kepala Sekolah SMP Sanjaya Banjarbaru pada waktu itu) untuk mengajar dan membimbing kegiatan jurnalistik di SMP Sanjaya Banjarbaru. Sebagai calon guru pembimbing jurnalistik di sekolah menengah pertama, saya merasakan betapa tidak mudahnya menemukan buku panduan yang cocok untuk anak-anak usia belasan tahun.

Beberapa buku pada sampul depannya memang berlabel “untuk anak-anak”, akan tetapi setelah saya baca lebih lanjut, apa yang dipaparkan tidak serta merta mudah disampaikan kembali kepada anak-anak yang saya dampingi. Ternyata perlu banyak penyesuaian di sana-sini, perlu banyak improvisasi di setiap kesempatan, juga banyak permenungan yang menyadarkan saya dari hari ke hari, demi menjawab sebuah pertanyaan: “Apakah ilmu jurnalistik yang saya ajarkan menjadi sesuatu yang menyenangkan atau membosankan bagi anak-anak? Atau justru menjadi ilmu yang abstrak dan sulit dipahami oleh dunia anak-anak yang mempunyai kompleksitas unik dan kekhasan warna di dalamnya?” Pertanyaan yang senada dengan pernyataan di awal tulisan ini.

Kelas jurnalistik yang kemudian saya beri nama “Sanjaya Journalist Class” memang cukup akrab di telinga siswa-siswi SMP Sanjaya Banjarbaru lima tahun terakhir ini. Kelas ini memulai aktivitas perdananya pada tanggal 1 Agustus 2009 dengan melibatkan 16 orang siswa. Ketika itu kelas ini dibuka untuk siswa kelas VII dan VIII yang berminat dalam bidang jurnalistik (kewartawanan/menulis berita). Dalam kegiatannya, anak-anak yang berminat dalam dunia jurnalistik belajar bersama untuk menjadi seorang calon jurnalis; dengan harapan di masa mendatang mereka ini akan menjadi penulis-penulis produktif pada jamannya (dapat menghasilkan karya secara terus-menerus).

Kegiatan kelas jurnalistik yang saya dampingi bukan hanya sebatas menulis saja, mereka juga belajar teknik fotografi sederhana (minimal bisa memotret dengan baik), lalu juga belajar melakukan wawancara dengan tokoh atau narasumber berita. Memang, selama lima tahun terakhir belum banyak prestasi yang bisa dicapai. Karya rutin mereka barulah sebatas menghasilkan “mading” (majalah dinding) sekolah yang hingga kini telah terbit dalam beberapa edisi.

Saya merasa seperti bermimpi ketika menyaksikan anak-anak itu dapat menulis dengan baik, seolah-olah mereka bukan lagi anak-anak SMP, melainkan lebih mirip dengan anak-anak SMA, yang tulisannya terasa luas berkisah dan detil dalam pemaparan alurnya. “Luar biasa!” seru saya membatin.

Sebagai seorang penulis, saya sendiri mempunyai pengalaman yang cukup banyak dan beraneka warna. Untuk membuat selembar tulisan saja, saya dapat menghabiskan waktu seharian penuh, bahkan ada tulisan yang baru terselesaikan setelah menghabiskan waktu selama beberapa hari bahkan beberapa bulan untuk sebuah buku.

Semoga perasaan haru dan sukacita yang hadir dalam kelas pengembangan diri “Sanjaya Journalist Class” dapat terus berlangsung dan saya alami bersama dengan anak didik saya di tahun-tahun mendatang. Sebuah kelas yang bisa dikatakan kecil namun di dalamnya tersimpan sejuta harapan, harapan tentang lahirnya penulis-penulis handal Indonesia di masa depan.

Penulis adalah Guru Pembimbing “Sanjaya Journalist Class”
SMP Sanjaya Banjarbaru – Kalimantan Selatan

PEKAN KEKERABATAN X MAJELIS NASIONAL PENDIDIKAN KATOLIK



Indahnya Pelangi Nusantara
di Coban Rondo


Bumi Perkemahan di Wana Wisata Coban Rondo, Kecamatan Pujon, Malang – Jawa Timur menjadi saksi digelarnya Pekan Kekerabatan X Majelis Nasional Pendidikan Katolik, 19 – 26 Juni 2014. Tercatat 7 Keuskupan Agung (Jakarta, Semarang, Palembang, Ende, Kupang, Pontianak), 8 Keuskupan (Malang, Denpasar, Tanjung Karang, Surabaya, Bandung, Bogor, Purwokerto, Palangkaraya, Banjarmasin) dan 3 Kevikepan (Daerah Istimewa Yogyakarta, Kedu, Surakarta) melalui TKK MPK (Tim Kerja Kepramukaan Majelis Pendidikan Katolik) masing-masing ikut berpartisipasi di dalamnya.


Tercatat 2619 orang pramuka penggalang, didampingi oleh para pembina pendamping, tim service, pramuka penegak serta panitia bergulat dengan beragam kegiatan selama 8 hari berturut-turut tanpa kenal lelah. Kelompok-kelompok regu penggalang tersebut dibagi ke dalam 5 kampung (Nebo, Sinai, Golgota, Tabor dan Karmel) untuk memudahkan koordinasi dalam pelaksanaan berbagai kegiatan di lapangan.

Pekan Kekerabatan (PK) adalah minggu kekerabatan antar pramuka penggalang untuk saling belajar, berbagi, menumbuhkan sikap persaudaraan dan persahabatan di bawah naungan Majelis Nasional Pendidikan Katolik (MNPK). Dalam pelaksanaan PK X kali ini mengusung tema: “Satu dalam Keberagaman.” Tema ini dipilih untuk menumbuhkan kesadaran bahwa kita semua adalah satu walaupun berbeda-beda; baik suku, agama, dan bangsa. Dimana tujuan kegiatan ini adalah agar para peserta lebih mencintai alam, mengerti pentingnya lingkungan hidup dan menumbuhkan semangat untuk memeliharanya, sehingga dapat semakin mendekatkan diri dengan Sang Pencipta. Adapun PK dilaksanakan setiap 2 tahun sekali untuk pramuka golongan penggalang, penegak dan pembina secara bergantian.

Ranting tidak Bisa Lepas dari Pokoknya


Kegiatan PK X diawali dengan Misa Pembukaan pada hari Kamis, 19 Juni 2014 pukul 16.00 WIB yang dipimpin oleh Vikjend Keuskupan Malang RD. J.C. Eko Atmono didampingi oleh 12 imam, dengan iringan koor dari SMP Cor Jesu Malang.

Dalam homilinya Pastor Eko berkisah tentang ranting yang harus selalu bergantung kepada pokoknya. “Ada satu ketergantungan bahwa ranting tidak bisa lepas dari pokoknya. Begitu pula buah kelapa yang juga jatuh dari pohonnya; dimana buah kepala itu bisa bermanfaat karena tumbuh dari pohon asalnya.

Pastor Eko menyampaikan dalam perumpamaan indah tentang pohon kelapa yang pelit, karena hampir seluruh bagiannya bermanfaat. Berkaitan dengan lambang Gerakan Pramuka yaitu tunas kelapa, Pastor Eko menegaskan pentingnya peranan anggota pramuka sebagai insan-insan yang siap diutus untuk menjadi tunas-tunas yang siap tumbuh menjadi pohon dewasa. Di bagian lain homilinya, Pastor Eko mengingatkan agar sebagai anggota Gerakan Pramuka kita mampu menunjukkan bukti kelekatan ranting dengan pokoknya, dengan jalan menciptakan persaudaraan dan kesatuan hati di dalam naungan kasih Tuhan.

Setelah Misa Pembukaan, para peserta PK X disambut dengan upacara penerimaan di sub camp / kampung masing-masing. Malam harinya, dalam dekapan udara dingin khas Coban Rondo, semua peserta disuguhi welcome party di lapangan utama. Dalam welcome party ini berbagai macam warna-warni budaya Nusantara dipentaskan, salah satunya adalah Tari Topeng Bapang dari Malang dengan iringan gamelan secara live.
Membangun Karakter Para Peserta


Pada hari kedua, Jumat, 20 Juni 2014, sejak pukul 07.00 WIB, seluruh kontingen dari 18 TKK MPK/BKS telah berbaris rapi di lapangan utama untuk mengikuti upacara pembukaan PK X. Tepat pada pukul 08.00 WIB rombongan Kakwarnas tiba di lokasi upacara dan disambut oleh Ketua TKK MNPK Antonius Daud dan jajarannya dalam iringan alunan gamelan khas Bali persembahan Kontingen TKK MPK Keuskupan Denpasar. Selanjutnya masing-masing kontingen melakukan defile di depan panggung utama sembari mempertunjukkan atraksi khas daerahnya masing-masing.

Dalam laporan singkatnya, Ketua Umum PK X Dionisius Endik menuturkan bahwa kegiatan PK X ini berbentuk jambore yang dilaksanakan oleh TKK MPK Keuskupan Malang selaku panitia penyelenggara dengan rekomendasi dari Kwartir Nasional Gerakan Pramuka. “Melalui kegiatan ini diharapkan karakter peserta dapat terbangun, dan para pembina dapat menimba pengalaman daripadanya.

Ketua Kwartir Nasional Gerakan Pramuka Adhyaksa Dault diawal sambutannya mengungkapkan bahwa pengalaman yang diperoleh oleh para peserta PK X kali ini di masa mendatang akan menjadi sebuah kenangan yang indah. Adhyaksa Dault mengingatkan semua peserta agar menjaga NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) sebagai rumah tinggal bersama.

Di bagian lain sambutannya, Adhyaksa Dault memberikan apresiasi positif dan pujian terhadap keberadaan lembaga pendidikan Katolik di Indonesia. “Saya salut, sejak dahulu MNPK yang menaungi lembaga-lembaga pendidikan Katolik di Indonesia selalu mengutamakan disiplin dan hal ini patut kita contoh.

Adhyaksa Dault yang pernah menjabat sebagai Menteri Pemuda dan Olahraga dalam Kabinet Indonesia Bersatu (2004-2009) berpesan kepada semua yang hadir agar tidak menjadi orang yang sombong. “Kalian jangan pernah menjadi orang yang sombong, karena kesombongan adalah awal dari bencana besar di dunia ini. Jadikanlah tanda jasa yang kalian terima sebagai motivasi, dan kikislah sifat sombong dalam diri kalian masing-masing.

Setelah rombongan Kakwarnas meninggalkan panggung utama, acara defile kembali dilanjutkan hingga pukul 12.00 WIB. Usai makan siang, para peserta PK X di masing-masing kampung melaksanakan kegiatan yang bertajuk ‘Kehidupan Kampung.’ Dalam kegiatan ini para peserta diberikan kesempatan untuk melakukan kegiatan pribadi dan juga korve. Sore harinya pada pukul 17.00 WIB diselenggarakan Misa di setiap kampung.

Pentas Budaya hingga Festival Kuliner Nusantara


Sejak malam kedua, setiap pukul 19.00 WIB selalu digelar Pentas Budaya Nusantara di panggung utama. Pada tanggal 20 Juni 2014, tampil kontingen Palembang, Palangkaraya, Bandung, Kedu dan Purwokerto. Pada malam berikutnya kontingen Tanjungkarang, Banjarmasin, Bogor dan Semarang berhasil mengguncang panggung dengan atraksi kebanggaan setiap kontingen.

Pada tanggal 22 Juni 2014 panggung utama diisi penampilan dari kontingen Jakarta, DIY dan Ende. Sedangkan pada tanggal 23 Juni 2014, lima kontingen tampil secara berurutan, yaitu: Kupang, Surabaya, Surakarta, Denpasar dan ditutup dengan penampilan dari Pontianak.

Selain itu, sejak Jumat siang, 20 Juni 2014, di Market Area juga digelar Festival Kuliner Nusantara yang menjadi salah satu acara yang ditunggu-tunggu oleh para peserta PK X kali ini, sebab melalui kegiatan tersebut para peserta dapat mencicipi makanan khas dari berbagai daerah secara cuma-cuma seraya belajar kesenian khas dari beberapa daerah peserta PK X.

Stand TKK MPK Keuskupan Bandung menyajikan peuyeum (tape singkong), sedangkan stand TKK MPK Keuskupan Malang menampilkan pertunjukan gamelan dan melibatkan para pengunjung untuk menarikan tari topeng Grebeg Sabrang, yang akan ditarikan secara massal pada acara penutupan PK X.

Stand TKK MPK Keuskupan Agung Ende menyuguhkan makanan khas yang terbuat dari gula, tepung beras dan kelapa yang bernama rebok dengan rasa yang gurih. Selain itu ada juga sambal khas Flores yang terbuat dari campuran biji wijen dan cabe kering yang ditumbuk halus dan berwarna kecoklatan.

Stand TKK MPK Keuskupan Denpasar banyak menarik perhatian pengunjung dengan makanan khasnya yang bernama iwel, berbentuk persegi panjang dan terbuat dari ketan hitam. Sedangkan stand Keuskupan Agung Palembang menyajikan pempek, kue engka, krupuk kemplang dan kue matsuba.

Mengasah Diri dalam Kegiatan Hiking dan Bivac


Utusan dari setiap regu yang berada dalam wilayah Kampung Golgota mendapat kesempatan pertama ini mengikuti kegiatan hiking dan bivac pada Jumat sore, 20 Juni 2014. Kegiatan hiking dilaksanakan dengan melakukan pendakian di Gunung Panderman yang terletak pada ketinggian 2.045 mdpl.

Pada pukul 17.30 WIB para peserta mulai meninggalkan areal perkemahan menuju ke lereng Gunung Panderman. Di titik keberangkatan para peserta mendapatkan pembekalan dari pihak panitia maupun pembina sembari beristirahat sejenak. Dan tepat pada pukul 18.30 WIB kegiatan pendakian pun dimulai. Para peserta terlihat begitu bersemangat, meskipun medan yang harus dilalui cukup berat dan menguras tenaga.

Sedangkan kegiatan bivac diselenggarakan di jogging track kawasan Coban Rondo pada waktu yang hampir bersamaan. Dalam kegiatan ini, para peserta diberikan pembekalan untuk dapat bertahan hidup di alam terbuka, dengan memanfaatkan segala sarana yang ditemukan di sekitarnya. Di areal basecamp, para peserta bivac diajari membuat tenda darurat dengan memanfaatkan jas hujan, memasak nasi dengan mempergunakan bambu dan buah kelapa; juga mendapatkan materi bela negara.

Keesokan harinya, sekitar pukul 08.00 WIB para peserta hiking maupun bivac telah kembali ke bumi perkemahan Coban Rondo untuk mengikuti kegiatan selanjutnya. Dan pada hari-hari selanjutnya, kedua jenis kegiatan ini tetap berlangsung dan diikuti oleh para peserta dari setiap kampung secara bergiliran sesuai dengan jadwal yang telah disusun panitia.

Melihat Keanekaragaman Satwa di Eco Green Park dan Jawa Timur Park 2

Penghuni Kampung Sinai mendapatkan giliran pertama untuk berwisata ke Eco Green Park dan Jawa Timur Park 2 pada hari Sabtu, 21 Juni 2014. Dua tempat wisata ini menjadi andalan Kota Batu – Malang.

Setibanya di Eco Green Park, para peserta disambut dengan replika beragam candi bersejarah di Pulau Jawa dan Bali yang dapat memberikan wawasan betapa agungnya peradaban masa silam sekaligus menjadi wahana studi budaya Nusantara lama.

Kelengkapan aneka satwa dari berbagai penjuru dunia menjadi nilai plus keberadaan obyek wisata ini, diantaranya beragam mammalia, reptil, burung, ikan dan hewan amphibi. Bahkan para peserta diberikan kesempatan untuk berfoto bersama burung elang, burung enggang dan beberapa jenis burung langka lainnya.

Sedangkan di Jawa Timur Park 2, para peserta mengunjungi pasar seni yang menjual aneka macam souvenir khas Malang, melihat berbagai jenis binatang, juga dimanjakan dengan berbagai wahana permainan, diantaranya: horror house, tsunami dan flying octopus. Kunjungan berlangsung hingga pukul 16.00 WIB, sebelum akhirnya para peserta kembali ke Coban Rondo.

Scouting Challenge (Tantangan Kepramukaan) dan Scouting Skill (Teknik Kepramukaan)


Semua regu yang tergabung dalam wilayah Kampung Karmel mendapat kesempatan perdana untuk mengikuti kegiatan Scouting Challenge dan Scouting Skill pada hari Sabtu, 21 Juni 2014. Sebelum diberangkatkan ke lokasi kegiatan, para peserta dibagi ke dalam dua kelompok besar untuk mengikuti masing-masing jenis kegiatan secara bergantian. Kedua kegiatan ini digelar di lokasi yang berbeda sejak pukul 08.00 WIB hingga pukul 11.00 WIB. Setelah istirahat dan makan siang, kegiatan yang sama kembali digelar mulai pukul 13.00 WIB hingga pukul 16.00 WIB.


Dalam Scouting Challenge, para peserta diharuskan melewati 6 pos ketrampilan yang meliputi: Pertolongan Pertama Gawat Darurat (PPGD), tali-temali, halang rintang, sandi, menaksir dan kompas. Sedangkan pada arena Scouting Skill pada peserta diajak bermain sembari belajar aneka tantangan kepramukaan, diantaranya: permainan egrang, panahan, paser, prusik (memanjat seutas tali), karapan kuda, mini wall climbing.

Ceramah Lintas Agama, Satuan Karya (SAKA) dan Global Development Village

Untuk memberikan wawasan tentang keanekaragaman agama di Indonesia, panitia PK X menggelar ceramah lintas agama yang harus diikuti oleh seluruh peserta secara bergiliran sesuai dengan kampung masing-masing. Dalam kesempatan ini, terdapat 3 stand yaitu stand agama Katolik, agama Islam, dan agama Hindu.


Selain itu, dalam rangka mempersiapkan para pramuka penggalang untuk memasuki jenjang penegak, panitia memberikan pengetahuan tentang aneka macam SAKA (Satuan Karya) yang ada, antara lain: Saka Dirgantara, Saka Wana Bakti, Saka Bhayangkara dan Saka Bahari, ditambah materi khusus dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah.

Sedangkan pada wahana Global Development Village, para peserta diajak untuk memahami berbagai isu tentang lingkungan hidup melalui demonstrasi teknologi ramah lingkungan. Pada stand-stand yang ada, para peserta secara berkelompok belajar mengenai tatacara pembuatan kompos, membuat kreasi seni dari media sampah rumah tangga, membuat wayang suket (bahan rumput kering) dan mengenal teknik pemurnian air secara sederhana. Di bagian lain, peserta juga diajari cara membuat boneka flanel, scarpbook wayang dan teknik robotik sederhana.

Surga Air, Aksi Sosial dan Sembako Murah

Desa Pandesari, Kecamatan Pujon, menjadi lokasi pelaksanaan kegiatan aksi sosial dan penjualan sembako murah. Dalam aksi sosial, para peserta melakukan kegiatan kebersihan di sekitar lingkungan desa setempat. Sedangkan penjualan sembako murah dilakukan di balai desa dan ditujukan bagi warga desa melalui penukaran kupon yang sebelumnya telah dibagikan oleh pihak panitia PK X. Selain itu, dilakukan pembagian pakaian layak pakai dan buku-buku bekas secara gratis kepada warga desa yang berminat.

Usai beristirahat siang, para peserta kemudian dibawa ke lokasi Surga Air di kawasan Songgoriti. Di sini setiap regu disatukan ke dalam kelompok-kelompok kecil untuk mengikuti beberapa jenis game di beberapa lokasi yang berbeda, antara lain: mendayung, bridge, rakit ban dan water tank. Meskipun cuaca cukup dingin, namun tidak mengurangi antusiasme para peserta untuk bermain dengan air melalui aneka macam game yang digelar.

Sulawesi dan Papua Diharapkan Bergabung Pada PK Selanjutnya

Pada hari Rabu sore, 25 Juni 2014 digelar Misa Penutupan pada pukul 17.00 WIB yang dipimpin oleh RP. Yuki Hartadi, CDD selaku Ketua MPK Keuskupan Malang, didampingi oleh 12 orang pastor. Malam harinya digelar pentas budaya nusantara, dan ditutup dengan tarian massal Grebeg Sabrang yang diikuti tak kurang dari 3.000 orang para peserta PK X. Setelah gamelan berbunyi, para peserta PK X segera mengenakan topeng masing-masing dan langsung mengikuti lemah gemulai gerakan tarian ini. Adegan ini hendak menggambarkan barisan prajurit atau pasukan yang berangkat menunaikan titah sang raja, ibarat pramuka yang harus menjalankan titah dengan mengamalkan Tri Satya dan Dasa Dharma Pramuka.


Pada hari Kamis, 26 Juni 2014, tepat pada pukul 08.00 WIB dimulai defile dari masing-masing kampung yang dilanjutkan dengan upacara penutupan kegiatan PK X. Dalam sambutan singkatnya, Antonius Daud selaku Ketua TKK Majelis Nasional Pendidikan Katolik memberikan apresiasi hangat atas terselenggaranya PK kali ini, dimana pada pelaksanaan kali ini telah mampu menjangkau wilayah Kalimantan dan Nusa Tenggara Timur. “Saya berharap, dalam pelaksanaan Pekan Kekerabatan selanjutnya, peserta dari wilayah Sulawesi dan Papua dapat bergabung,” ucap Antonius Daud sesaat sebelum melakukan pemukulan gong tanda berakhirnya PK X secara resmi.

Pada tahun 2016 mendatang, TKK MPK Keuskupan Agung Semarang mendapat mandat untuk melaksanakan Temu Pembina III, sedangkan pada tahun 2018 TKK BKS Kevikepan Surakarta menjadi tuan rumah pelaksanaan PK XI yang diikuti oleh pramuka golongan penegak.

[reported & foto by: Kak Dionisius Agus Puguh Santosa]

KEPALA SEKOLAH, GURU & KARYAWAN SMP SANJAYA BANJARBARU

KEPALA SEKOLAH, GURU & KARYAWAN 
SMP SANJAYA BANJARBARU
Sr. Agustina Hia, SCMM, S.Pd



Endah Wulandari, M.Pd 

Yuliana Triwiyanti, S.Pd

Jhon Berson Simanjutak, S.Pd

Triseha Triwinarni, S.Pd

Yuliette

Fransiska Ariati, S.Hut

M. Hasan Tarigan

Nicolaus Naga

Floribertus Riwi

Sadriansyah

Merry Susilawati, S.Pd

Rosita Alexia Keo, S.Pd

Ima Asmaria Purba, S.Pd

Dionisius Agus Puguh Santosa, SE

Rudi Dominggus

Yohanes Ciptadi

Susilawaty Tamba